Jumat, 17 Oktober 2014

Krisis Ekonomi Timur Tengah


Gerakan pembaharuan yang terjadi di negara-negara di kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara saat ini telah memberikan guncangan pada perekonomian global, hal ini dapat kita lihat langsung pada kondisi di pasar modal dengan indikator naik turunnya indeks perdagangan saham gabungan pada seluruh bursa di dunia.

Kondisi terakhir yang dapat kita katakan sebagai revolusi ini, terjadi diberbagai negara yang dimulai oleh penggulingan Presiden Ben Ali dari Tunisia dan Presiden Mubarak dari Mesir. Di mana keduanya sudah berkuasa sedemikian lamanya.

Pergolakan ini tentu menggunakan kekerasan yang mengakibatkan korban jiwa membawa dampak terhadap ketentraman dan ekonomi dunia. Pergolakan yang dimulai di Tunisia ini telah mengilhami atau dapat kita sebut mengobarkan semangat pembaharuan di beberapa negara lain dikawasan Timur Tengah dan Afrika Utara, untuk bangkit dan berjuang melawan penindasan rezim yang telah begitu lama berkuasa dan tidak mengabaikan nasib rakyatnya.  Sebut saja pergolakan dilanjudkan oleh rakyat Mesir, Yaman dan terakhir sekarang adalah Lybia.

Dampak krisis Timur Tengah dan Afrika Utara terhadap ekonomi global ini tentu saja membuat kekhawatiran yang sangat beralasan. Seperti yang kita ketahui bersama kawasan ini merupakan kawasan yang sangat strategis dalam lalu lintas perdagangan dunia termasuk di dalamnya adalah minyak selain minyak nabati dan gandum. Mesir di sini sangat memegang peranan penting selaku negara yang dilewati terusan Suez, yang menghubungkan laut merah dan mediterania.

Dengan terjadinya gejolak di Mesir beberapa saat yang lalu maka tidaklah tanpa alasan kenaikan harga minyak dunia yang hampir mencapai US$100/barrel. Dan kenaikan harga minyak ini akan terus bertambah dan sulit untuk dikontrol terlebih lagi dengan gejolak yang terjadi di Lybia saat ini.

Krisis yang berkelanjutan di Lybia tentu akan sangat membuat kondisi ekonomi dunia terutama harga minyak sulit untuk diatasi. Disatu sisi kondisi ini telah menimbulkan keresahan bahkan ketakutan bagi semua orang yang bekerja dan tinggal di Lybia. Ribuan orang kini telah meninggalkan Lybia dan kembali ke negara-negara asal mereka. Tidak terkecuali rakyat Indonesia yang bekerja dibeberapa perusahaan di Lybia. Peringatan berdatangan dari berbagai kepala negara di dunia seakan tidak digubris oleh Khadaffi dan hal ini telah meresahkan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang dengan tegas menyerukan agar regim Khadaffi mundur dari kekuasaan. Namun himbauan keras yang datang dari PBB dan semua kepala negara di dunia dianggap angin lalu bahkan hingga kini regim Khadaffi masih berkuasa dan menyengsarakan rakyat Lybia. Ucapan yang disampaikan Khadaffi dan anak lelakinya Saif Al Islami bahwa mereka akan bertahan “hingga titik darah penghabisan “ telah menyulut kemarahan yang lebih luas dan kekhawatiran di dunia termasuk dari kalangan investor global.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar